Tepatnya tanggal 31 Desember
2013, untuk pertama kalinya aku bertemu dengan dia, panggil saja dia Aksel.
Tapi saat itu teman-teman sedang berusaha mendekatkanku dengan Obby.
Singkatnya, aku dikenalkan oleh sahabatku Zia. Dari situlah aku mulai mengenal
mereka, makhluk-makhluk pecinta alam yang super hebat yang selalu aku kagumi.
Mereka adalah Andah, Rima, Angel, Obby dan Aksel, teman-teman Zia saat mendaki.
Aku mengenal Zia sejak awal masuk kuliah, waktu itu di inagurasi kampus, bahkan
aku tak butuh waktu lama untuk bisa akrab dengan Zia.
Aku masih ingat betul kala itu
aku sedang nongkrong dengan Zia dan salah seorang teman di Kali Code. Zia masih
saja terus sibuk dengan telponnya, seseorang yang menelpon itu adalah Obby.
Entah terpikir dari mana Zia tiba-tiba mengenalkanku dengan Obby lewat telpon.
“Hai…..” kata Obby menyapaku
“Hai juga…” balasku sedikit
formal
Huh dalam hatiku mencoba
menebak-nebak, aku yakin Zia sedang berusaha mengenalkanku dengan sosok cowok
lain agar aku tak terlalu fokus pada cowok bernama Setya yang belakangan ini
menyita waktuku dengan berbagai kegalauan.
Setya, yaaah Setya adalah mantanku…. ahhh dia hanyalah seorang mantan,
tapi tak pernah sekalipun pikiranku lepas darinya.
Kringgg…. Kringgggg….. Tiba-tiba
dering handphoneku membuyarkan lamunanku. Sejenak ragu untuk menerima telpon ,
siapa penelpon dibalik nomor baru itu.
“Assalamualaikum…. ” Sapaku lirih
“Waalaikumsalam…. “ jawabnya
“Siapa ya?” tanyaku setengah
penasaran
“Ini aku, Obby…. Masih ingat
kan?”
……………………….
Ahhh Zia jahatnya, keterlaluan
sekali memberikan nomorku pada cowok yang sama sekali belum pernah aku jumpai,
umpatku dalam hati.
Akhir-akhir ini telponku tak
pernah sepi dari Obby, terkadang aku sangat malas sekali menerima telpon
darinya. Tak hanya hitungan menit, bahkan Obby sering menelponku lebih dari
satu jam. Sampai panas ini telinga nempel di handphone terus, sempat aku
tertidur ketika Obby telpon. Semakin hari semakin aku terbiasa dengan kehadiran
Obby cowok penelpon yang belum pernah aku jumpai itu.
Bib…. Bib…. Bib…
Alarm menunjukkan pukul 04.30am.
Pagi ini aku dan anak-anak kontrakan berencana hunting photo ke Gunung Api
Purba daerah Pathuk, Yogyakarta. Setelah bersiap, kamipun menembus dinginnya
pagi itu. Hasil jepretan photo memang akan lebih bagus ketika diambil pada
waktu pagi hari atau sore hari, oleh karena itu aku bersama ketiga sahabatku memutuskan
untuk pergi sepagi itu. Sebelum menuju ke Gunung Api Purba kami terlebih dahulu
menuju embung nglanggeran untuk mengambil beberapa photo di sana.
“Guys, lanjut ke gunung api purba
yukk… “ ajak Ulin menyelaku yang sedang asyik menjepret
“Baiklah, yuukkkk…. “ jawab Susan
sembari bergegas
“Iya, he’em….. “ akupun
mengiyakan
Kamipun menuju Gunung Api Purba,
setelah memperoleh tiket masuk, akupun mengikuti anak-anak menuju pos satu. Aku yang tak pernah berolahraga inipun dengan
nafas yang tersendat-sendat berusaha menuju pos satu.
“Woiiiiii, tungguin aku
doooongggggg!” teriakku yang tertinggal di belakang
“Kamu di belakang ajah, biar
kalau jatuh enggak nimpa kita.. Hahahahaha” ledek anak-anak sembari menertawakanku.
“aaaah sialan kalian….. “ umpatku
kesal
“ayok aku tungguin nih” sela
lutfi membelaku
Dengan susah payah akupun sampai
pos satu, lalu kerebahkan badanku ke tanah berharap sedikit menghilangkan rasa
lelah. Hari mulai siang, bergegas kuambil kamera berselfie ria bersama
anak-anak. Hanya sampai pos satu saja, aku tak lagi ingin melanjutkan
perjalanan, kamipun memutuskan untuk turun. Tiba-tiba hujanpun turun, kami
sempat berhenti di sebuah rumah-rumahan sejenak berteduh menunggu hujan reda
lucunya bahkan kami sempat tertidur di sana.
“jenk… jenk bangun jenk, udah
reda” teriak jenk tutut membangunkanku
“hu’um iya jenk” jawabku sembari mengusap mataku yang masih
mengantuk
“yuk, pulang” ajak desus
Kamipun melanjutkan perjalan pulang,
kudengar bunyi pesan di handphoneku yang tak lain lagi adalah pesan singkat dari
Obby “hai, lagi apa? Sudah makan?” kulewatkan saja pesan darinya tanpa kubalas.
Sesampainya di kontrakanpun Obby tak lupa menelponku dan bla… bla… bla…. Dia
bercerita panjang lebar tentang semua pengalamannya, berbagai tentang tips-tips
agar bisa berjalan jauh tanpa lelah, bahkan Obby sempat memintaku mendengarkan
lagu kesukaannya yang kebetulan sedang Ia putar lagu Pink – Just Give Me A Reason .
“udah dulu yaaa… “ selaku
“loh mau kemana?”
“mau istirahat, capek nih..
assalamualaikum ” jawabku sembari mengakhiri telpon
Tak bosan-bosannya Obby setiap
hari menyapaku melalui telpon atau sekedar lewat pesan singkat, tak jarang pula
aku berdebat dengan Obby tentang banyak hal. Sering tak kusukai cara Obby yang
terlalu berlebihan menilaiku bisa dibilang Obby ini “sok tau” tentang aku.
Hari ini Zia memintaku untuk
menemaninya, Zia pun menjemputku dengan motor mio merah yang biasa Ia pakai.
Kendaraan kamipun melaju dengan kencangnya ditemani ceritaku yang tak ada
habisnya. Sampailah kami pada sebuah rumah di daerah jalan Timoho, kulihat
seseorang telah menunggu kami di dekat pintu kamarnya. Yap dia adalah Andah,
cewek tinggi asli Balik Papan yang hobby naik gunung ini pun menyambutku ramah.
“halo, aku Andah” sapanya
memperkenalkan diri sembari menjabat tanganku
“halooo, aku Santi” jawabku
sedikit jaim
Andah adalah salah satu teman Zia
saat mendaki, hebatnya persahabatan mereka berawal dari sebuah pendakian.
Sekilas aku melihat Andah adalah sosok cewek yang tegas, baik, ramah dan mudah
akrab dengan orang baru.
“eh, Mas Obby hari ini ke Jogja
lohhh… “ sela Zia memberitahu
“hah, iya kah? Wah senangnyaaaa”
sambung Andah terdengar bersemangat sekali
Hmmm seperti apa ya Obby itu,
tanyaku dalam hati sembari menyibukkan diri dengan handphoneku. Malam itu untuk
pertamakalinya aku bertemu dengan Obby di kos Andah. Obby, cowok pecinta gunung
yang sedikit pendek dengan stylenya yang sedikit berantakan itu terlihat
malu-malu untuk menyapaku. Tak banyak yang aku obrolkan dengan Obby, hanya
sebatas obrolan perkenalan saja bahkan Obby terlihat sedikit lebih pendiam berbeda
sekali dengan Obby yang biasanya super cerewet saat menelponku. Malam mulai
larut mereka bertiga masih asyik menonton tayangan horror yang tak pernah
kusukai, aku mencoba menyibukkan diri dengan mengamati gallon dan dispenser
yang berada persis di depanku sembari menahan kantuk. Zia mulai menyadari
kantukku yang terasa berat, akhirnya mereka bertigapun mengantarku pulang.
“Mas Obby nggak biasa-biasanya
loh jaim gitu, biasanya dia yang paling cerewet di antara kita” Zia mencoba
membuka obrolan
“hahahha iya kah?”
“iya, seriusan… nggak tau tuh orang kenapa”
Aku hanya terdiam sembari terus
menguap.
Tahun baru 2014 besok, Zia dan
teman-temannya memintaku bergabung
dengan mereka untuk melewatkan pergantian tahun di salah satu pantai di
daerah Gunung Kidul Yogyakarta. Terasa sangat malas dengan keramaian di jalanan
saat malam pergantian tahun, tapi rasa penasaranku terus mengiyakan. Sore itu selesai aku pergi dengan sepupuku,
Zia pun menjemputku untuk segera berkumpul di salah satu kos temannya sebelum
berangkat menuju pantai. Di sana aku bertemu dengan Rima, cewek ceria yang
berasal dari Lampung. Aku juga bertemu dengan Angel, cewek hitam manis yang
jauh jauh dari Kupang untuk menimba ilmu di Jogja , Andah juga sudah menungguku
di sana. Rima adalah teman satu kampus Andah, sedangkan Angel adalah teman satu
kosan Rima, sama seperti Andah persahabatannya mereka dengan Ziapun
dipersatukan dalam pendakian. Amaze dengan kekompokan Zia dan
sahabat-sahabatnya, pendakian mereka mempertemukan manusia-manusia hebat dari belahan
bumi Indonesia.
Selang beberapa menit Obbypun
datang dengan stylenya yang sedikit berantakan dan mulai terlihat caper. Entah
kenapa aku sedikit kurang suka dengan tingkah Obby yang “lebay” itu. Obby
berusaha jaim dengan keberadaanku tapi mecoba sok asyik dengan yang lain dengan
bercandanya yang berlebihan.
“kita berangkat jam berapa ya?”
aku yang mulai bosan dan mencoba memberanikan diri untuk bertanya
“bentar lagi ya, masih nunggu
satu orang lagi nih” jawab Andah
Huh siapa sih satu orang itu,
nggak ontime banget bikin kita nunggu lama banget sembari terus kusibukkan diri
dengan handphoneku. Akhirnya cowok itu muncul dari balik pintu, cowok yang khas
dengan jambangnya itupun menyapa kami semua dan untuk pertama kalinya aku
mengenalnya, cowok itu bernama Aksel.
“kamu sama Mas Obby ya?”
tiba-tiba Zia mengagetkanku
“huum” jawabku tak bisa menolak
Sebenarnya aku ingin bersama Zia,
apalagi dia hanya sendiri. Perjalanan kamipun dimulai sesaat setelah anggota
kami lengkap empat cowok dan lima cewek termasuk aku. Sepanjang perjalanan, aku
dan Obby selalu berada paling belakang bahkan sering sekali kami tertinggal. Di
perjalanan Obbypun tak henti-hentinya bertingkah, tak jarang Obby tiba-tiba
menambah kecematan dan bergaya berlebihan saat di atas motor. Karena berada
paling belakang kamipun sempat tertinggal dan terpisah dari rombongan bahkan
berkali kali salah jalan, Obby berusaha menelpon salah seorang teman. Terdengar
suara Obby sedikit meninggi saat meminta untuk dijemput. Akhirnya Zia menjemput kami di salah satu
SPBU di daerah Wonosari. Kami kembali berkumpul dengan rombongan, Obby sempat
protes dengan nada keras yang berujung sedikit ribut dengan Andah.
“kalian kemana ajah? Muter-muter
nggak jelas!” marah Obby
“makanya ikutin yang bener
dong!!!!” jawab Andah sedikit membentak lalu pergi meninggalkan kami
Setelah itu kamipun melanjutkan
perjalanan, aku merasa sangat tidak nyaman dengan posisi saat itu. Kulihat Obby
terlihat sangat marah dan emosional, bahkan Obby mengendarai motor dengan
kecepatan yang tak terkontrol, sedikitpun Obby tak menghiraukan aku yang
diboncengnya. Jujur aku takut, tidak nyaman, sedih, pengen marah, bingung, lalu
kupakai kacamata hitamku walaupun malam sangat gelap, kurasakan airmata mulai
mengalir dari sudut mataku. “Aku ingin pulang saja”, gumamku sembari kuusap
airmata dengan punggung tanganku. Kudengar beberapa kali Obby mencoba
mengajakku mengobrol, aku hanya diam bahkan aku sengaja tak membalasnya.
Kurasakan sedikit kekecewaan pada Obby.
Kamipun melanjutkan perjalanan
menuju pantai, perjalanan panjangpun masih harus kami tempuh untuk mencapai pantai
yang sedikit sulit untuk dijangkau itu. Benar saja, kami harus menempuh jalanan
yang terbentuk dari bebatuan. Tak jarang beberapa kali kulihat Rima turun dari
motornya membantu mendorong motor Andah melewati bebatuan, hebatnya Rima.
Akhirnya sampailah kami pada
sebuah tempat yang sangat gelap, tempat terkhir dimana kendaraan kami harus
berhenti sebelum melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Jalanan yang
penuh dengan lumpur tidak memungkinkan kami melanjutkan perjalanan dengan
kendaraan. Mungkin saat itu hanya cahaya
bintang yang paling terang di atas sana yang dapat kulihat.
“hati-hati ya jalannya” pesan Zia
penuh perhatian
“iya, iya aku hati-hati” jawabku
tersenyum sembari terus memperhatikan langkahku
“pelan-pelan ajah, kita tungguin”
Zia dan Angel masih terus setia
menemani langkahku yang sangat pelan, aku merasa sangat merepotkan mereka.
Jalanan yang penuh batu dan lumpur itu sangat menyulitkanku untuk berjalan
lebih cepat, tak jarang sandal jepitku masuk ke dalam lumpur bahkan sesekali
hampir membuatku terpeleset karena licin.
“sandalnya dilepas saja ya” saran
Angel terdengar dengan suara khas timurnya
“iya” sembari kulepas sandalnya
“sini aku bawain sandalnya” pinta
Zia
“nggak usah, nggak usah”
“udah sini..!!” paksa Zia sambil
merebut sandalku
Kehela nafas panjang dan terus
berusaha berjalan, pikirku pasti aku sangat menyusahkan mereka bahkan Obby
telah meninggalkanku jauh di depan bersama Rima dan Andah. Hanya kekecewaan
yang terus kurasakan pada Obby yang tak peduli dengan keadaanku, pengen rasanya
teriak “Biiiii, teganya kamu membawaku ke sini dan tak sedikitpun kau pedulikan
keadaanku” huhhh, dasar Obby.
Sampailah kami pada sebuah pantai,
pantai yang tenang dan tidak terlalu ramai sedikit membuatku merasa lega.
Setelah para cowok selesai membangun tenda, kamipun berkumpul. Kudengar
syahdunya alunan gitar yang Rima mainkan, aku sangat kagum dengan kepiawaian
Rima bermain gitar sesekali mereka pun bernyanyi dan menari diantara terangnya
api unggun. Aku menikmatinya bahkan aku mulai lupa perjuanganan kerasku untuk
sampai di sini.
“ayok sini, ikut nari” ajak Zia
“aahh enggak enggak” jawabku
sedikit malu
I’m starting to feel the
wonderful togetherness with them. Zia, Rima, Andah dan Angel, mereka yang
hampir setiap saat selalu terlihat kompak membuatku merasa nyaman berada di
tengah tengah mereka. Hebatnya mereka berempat ini adalah cewek-cewek pecinta
alam yang tangguh, mereka selalu punya cara sendiri untuk menikmati hidup
bersama alam.
“nyalain kembang apinya, nyalain”
teriak Andah
“okaaaayyy” balas Obby sembari
menyalakan api
Malam pergantian tahun itupun
menjadi sangat berkesan, biasanya hanya kunikmati ramainya orang-orang memadati
jalanan atau sekedar menghabiskan tahun baru di rumah. Kali ini kurasakan
hangatnya tawa kebersamaan mereka di tengah damainya ombak di pantai. Tiba-tiba
hal yang tak pernah kudugapun terjadi, langit menjadi sangat gelap hujanpun
mulai turun perlahan. Aku dan yang lainnya berusaha mengemasi barang lalu masuk ke tenda.
“takut?” Tanya Angel sembari
tersenyum membandangiku
Hanya kubalas dengan senyum
dengan sedikit rasa panik. Hujan deras dan angin kencangpun sesekali menerpa
tenda kami. Aku yang setenda dengan Andah, Rima, Zia dan Angelpun terus mencoba
menjaga agar air tidak sampai masuk ke tenda.
“duhhhh basah” jerit Andah
“kamu basah nggak? Tanya Zia
memperhatikanku
“enggak kok”
“tidur gih” pinta Zia
Terus kupegangi tangan Angel
sembari mencoba memejamkan mata, mecoba terlelap di tengah ramainya badai malam
itu. Keesokan harinya, kulihat indahnya suasa pagi di pantai tepat pada tanggal
1 januari 2014. Lautnya yang bersih dengan pasir putihnya, bukit-bukit kecil
yang mengelilingi pun menambah indahnya pantai. Aku sangat terkagum kagum
dengan keindahannya. Kata orang di sana pantai itu bernama pantai ngetun.
Mungkin karna letaknya yang sangat “ngetan” bersalah dari kata “wetan” yang
dalam bahasa Indonesia berarti paling timur.
Aku hanya menikmati keindahannya dari
dekat tenda entah datang darimana Aksel tiba-tiba sudah berada di sampingku.
“nggak ikutan mereka main air?”
Tanya Aksel
“enggak, takut aah sama ombaknya”
“kan cuma kecil ombaknya”
“hahahahahahha” akupun hanya
membalasnya dengan tertawa lalu kutinggalkan Aksel sendirian untuk mendekati
pantai, sesekali kubiarkan air pantai membasahi kakiku lalu berlari kuambil
kamera untuk mengabadikan kebersamaan Zia dan sahabat-sahabatnya yang sedang
asyik bercanda dalam basahnya air laut tanpa mereka ketahui, rasanya sungguh
bahagia melihat mereka. Disisi lainpun Obby sibuk memasak nasi dan beberapa
sayur ditemani Aksel dan dua cowok lainnya.
Setelah selesai masak Obby pun
menata nasi, mie dan sayur itu di atas daun pisang yang Ia petik di dekat
pantai, kamipun makan dengan lahapnya bersama sama. Pikirku ritual seperti itu
hanya ada saat aku kecil, makan bersama dalam satu wadah daun pisang, dari
situlah kebahagiaan sederhana itu terukir dengan indahnya.
“cepat makan” pinta Zia
“iya iya sebentar” jawab
tersenyum sembari mendekat
Tak jarang Zia pun menyuapiku
dengan penuh canda. Terimakasih Zia untuk pergantian tahun terbaik bersama
kalian. Setelah kami puas berfoto dan bermain air laut kami pun berkemas dan
bergegas kembali ke Kota Jogja, perjalanan panjangpun terus coba kunikmati.
_____________________________________________
Sejak saat itu aku mulai malas dengan semua telpon dan pesan singkat dari Obby, banyak telpon dan pesan singkat yang kulewatkan begitu saja. Pengen nonton sejenak melepaskan penat.
"dek Ri, nonton yukkkkk" kukirim pesan via bbm ke sepupu
"ayok mbak san"
TO BE CONTINUED.....................